Abstract
Study on Pb Content in 3 Week and 6 Week Old Kangkung (Ipomoea reptans Poir) Planted in Pb containing Media. A study on the content of Pb in kangkung has been conducted. Land kangkung (Ipomoea reptans) was used as the sample, and was planted in hydrophonic media, and watered with Multigrow Complete Plant Food (2000 mg/L) and Pb solution (2 mg/L) twice a day. Samples were taken based on the age (3 and 6 week old), and part of the plant (root and all parts without root). Inductively Coupled Plasma Spectrometer (ICPS) Fison 3410+ was used to measure the Pb content. It was shown that in the plant the accumulation was mostly happened in the root. The 6 week-old plant contained Pb not just in the root (3.36 mg/kg sample) but also in the other part of the plant (2.09 mg/kg sample) and those were exceeded the maximum dietary allowance (2 mg/kg sample) regulated by the Indonesian FDA; while in the 3 week-old plant the Pb content in the root was 1.86 mg/kg sample and in the other part of the plan was 1.13 mg/kg, which is not exceeded the dietary allowance. So it is advisable to harvest the kangkung vegetable at the most of 3 week-old. Keywords: heavy metals, kangkung, lead contamination, contamination in vegetables
Keywords: heavy metals, kangkung, lead contamination, contamination in vegetables
1. Pendahuluan
Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat kritis bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya pencemaran disebabkan karena pembuangan limbah dari pabrik yang belum mempunyai unit pengolahan limbah, ataupun jika ada kurang memadai sebagaimana disyaratkan oleh pemerintah. Pembuangan limbah (baik padatan maupun cairan) ke daerah perairan menyebabkan penyimpangan dari keadaan normal air dan ini berarti suatu pencemaran dan menyebabkan air sungai menjadi tidak layak untuk digunakan sebagai sumber persediaan air (A.W. Wisnu 1995) Salah satu logam berat yang banyak mencemari air sungai adalah timbal (Pb) Timbal (Pb) imerupakan timah hitam dalam bahasa sehari-hari.Dalam bahasa ilmiahnya dinamakan Plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai unsur atom (NA)82 dengan bobot atau berat atom (BA)207,2.) Karena hebatnya pencemaran Pb pada lingkungan, maka makanan yang dikonsumsi, air yang diminum dan udara yang dihirup kemungkinan besar telah terkontaminasi oleh Pb, sehingga timbal disebut juga sebagai non essential trace element yang paling tinggi kadarnya dalam tubuh manusia (Winarno 1993). Tercemarnya air sungai oleh limbah pabrik yang mengandung Pb menyebabkan tanaman konsumsi yang tumbuh di daerah sungai menjadi tercemar oleh Pb. Seregeg dkk. (Seregeg 1995.) Telah melakukan penelitian terhadap kemampuan beberapa tanaman untuk menyerap logam berat dari air yang tercemar. Ternyata kangkung termasuk salah satu tanaman yang mudah menyerap logam berat dari media tumbuhnya (Salisbury 1995). Yang dapat mengakibatkan menghambat sintesis hemoglobin dan memperpendek umur sel darah merah sehingga akan menyebabkan anemia. Pb juga menyebabkan gangguan metabolisme Fe dan sintesis globin dalam sel darah merah dan menghambat aktivitas berbagai enzim yang diperlukan untuk sintesis heme. Padahal kangkung banyak dikonsumsi dan sering dijumpai tumbuh/ditanam di tanah-tanah kosong di sekitar daerah sungai dengan pengairan yang berasal dari sungai tersebut.
Spesies tumbuhan secara genetik sangat beragam kemampuannya untuk toleran atau tidak toleran terhadap unsur-unsur non essential (Ag, Al, Cd, Hg, Pb, Pt dll.) dalam jumlah yang meracuni. Pada spesies tertentu unsur itu tertimbun di akar dan dibawa sedikit saja ke tajuknya, sehingga pada spesies tertentu akar dan tajuk mengandung unsur tersebut lebih tinggi dari pada yang ditahan oleh spesies lainnya Dengan adanya risiko tercemarnya kangkung oleh logam berat, terutama Pb, maka dipandang perlu untuk meneliti
kandungan Pb dalam tanaman kangkung yang tumbuh ditempat tercemar berdasarkan waktu panen dan bagian tanaman.
2. Metode Penelitian
Bahan yang digunakan: Tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans Poir), ditanam secara hidroponik di Jombang. Asam nitrat p.a., larutan baku Pb 1000 mg/L (E.Merck, Germany), HClO4 p.a. (Riedel de Häen, Germany), air bebas mineral (Laboratorium Fakultas Farmasi UBAYA), gas Argon welding grade (Surabaya Oxygen, Surabaya), pupuk Multigrow Complete Plant Food (P.T. Namarobu Multigro Sejati), pasir, batu apung, polybag, dan kertas saring Whatman no 41.
Alat-alat yang digunakan: Inductively Coupled Plasma Spectrometer (ICPS), Timbangan analitik Sartorius 2842, Oven (Memmert), hotplate, dan alat-alat gelas.
Penanaman kangkung; biji kangkung disemaikan dalam kotak dengan menggunakan pasir steril, setelah berkecambah diseleksi kecambah yang bagus dan hasil seleksi dipindah ke polybag untuk ditanam dengan menggunakan media batu apung dan pasir. Setiap pagi dan sore disiram dengan larutan pupuk sebanyak 300 ml (konsentrasi 2000 mg/L) [Slamet 1993] dan larutan pupuk yang mengandung logam Pb 2 mg/L. Tanaman dipanen pada umur 3 minggu dan 6 minggu. Tanaman kangkung yang berumur 3 dan 6 minggu diambil sebanyak 100 gram, kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan tanah yang melekat, dan dibilas dengan air bebas mineral. Dipisahkan antara akar dengan seluruh bagian tanaman, lalu dikeringkan, kemudian diserbuk halus dengan mortir. Serbuk halus dipanaskan di oven 60-70o C sampai bobot konstan. Pada uji % perolehan kembali digunakan sampel dari tanaman kangkung yang tidak mengandung Pb.
Sebagai larutan baku induk digunakan larutan baku Pb 1000 mg/L dalam HNO3 0,5 M. Dari larutan tersebut dibuat larutan baku kerja dengan konsentrasi 1, 3, 5, 10, 15, 20, dan 30 mg/L. Kemudian diukur intensitas masing-masing baku kerja menggunakan ICPS pada panjang gelombang 283,3 nm dan dihitung persamaan garis regresi serta linieritasnya.
Ditimbang 1 gram sampel serbuk halus dari akar dan seluruh bagian tanaman tanpa akar dalam krus porselin, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan 3 ml larutan HClO4 60%, lalu dipanaskan di atas hotplate pada suhu 100 – 120oC sampai buih habis, dan HNO3 hampir mengering, lalu didinginkan. Hasil destruksi ditambah 5,0 ml larutan Pb 200 mg/L (standar adisi) dan larutan HNO3 2%, dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur serta ditambahkan larutan HNO3 2% sampai volumenya menjadi 100,0 ml, dikocok homogen dan disaring [6,7].Kadar Pb diamati dengan ICPS pada panjang gelombang 283,3 nm.
Prosedur kerja uji % perolehan kembali baik untuk bagian akar maupun seluruh bagian tanaman tanpa akar dilakukan sama seperti pada penyiapan sampel, hanya saja tanaman kangkung yang digunakan adalah tanaman yang tidak mengandung Pb (ditanam pada media yang tidak mengandung Pb). Kadar Pb dalam sampel dihitung berdasarkan % perolehan kembali. Untuk melihat perbedaan kadar Pb dalam masing-masing bagian sampel digunakan analisis statistik Anava Faktorial dengan faktor I (bagian tanaman) dan faktor II (waktu panen) (α= 0,05) yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
3. Hasil dan Pembahasan
Sampel yang digunakan adalah tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans Poir) yang ditanam secara hidroponik,sehingga lebih mudah dalam melakukan pemeliharaan dan pengontrolan dalam pemberian asupan Pb. Kadar logam Pb yang digunakan untuk penyiraman dibuat sebesar 2 mg/L, sesuai dengan SK Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.Kep-02/Men KLH/I/1988 [8] tentang batas maksimal kadar logam Pb yang diperbolehkan pada air untuk keperluan pertanian.
Kangkung dipanen pada umur 3 dan 6 minggu, karena pada umur 3 minggu tanaman kangkung sudah layak untuk dipanen, sedangkan secara umum pemanenan kangkung dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu.
Persamaan garis regresi untuk larutan baku kerja Pb: y = 0,132717223 + 0,343469151 x Limit deteksi (LD) = 1,118 bpj. Limit kuantitasi (LK) = 3,726 bpj dengan r = 0,999465248.
Kadar air rata-rata kadar air dalam akar kangkung umur 3 minggu adalah 91,52% dan untuk umur 6 minggu adalah 93,04%. Rata-rata kadar air dalam seluruh bagian kangkung tanpa akar umur 3 minggu adalah 91,47% dan untuk umur 6 minggu adalah 93,03%.
Analisis kandungan Pb dalam media penanaman dan pupuk serta tanaman kangkung yang ditanam pada media yang tidak mengandung Pb tidak menunjukkan adanya kandungan Pb. Penetapan harga % perolehan kembali dan kandungan Pb dalam sampel kangkung dapat dilihat pada Tabel 1 – 3.
Dari Tabel 4 tampak bahwa kandungan Pb dalam bagian tanaman tanpa akar yang dipanen pada umur 3 minggu adalah sebesar 1,86 mg/kg, sedangkan yang dipanen pada umur 6 minggu mengandung Pb sebesar 2,09 mg/kg berat basah. Batas maksimal yang diperbolehkan dalam sayur dan hasil olahannya adalah 2 mg/kg sayuran (Keputusan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan no 03725/B/SK/VII/89) [9]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanaman kangkung darat yang ditanam dengan pengairan yang mengandung Pb sebesar 2 mg/L selama 6 minggu mempunyai kadar Pb melebihi batas maksimal yang diperbolehkan.
Tabel 1. Harga % Perolehan Kembali Pada Akar dan Seluruh Bagian Tanaman
Replikasi | Seluruh bagian tanaman tanpa akar | Akar | ||||
Kadar Pb yang ditambahkan (bpj) | Kadar Pb yang ter-amati (bpj) | % Perolehan Kembali | Kadar Pb yang ditambahkan (bpj) | Kadar Pb yang teramati (bpj) | % Perolehan Kembali | |
1 | 9,00 | 8,59 | 97,58 | 9,30 | 8,99 | 96,70 |
2 | 9,18 | 8,95 | 98,96 | 9,30 | 8,96 | 96,44 |
3 | 8,96 | 8,86 | 95,47 | 9,35 | 8,99 | 96,07 |
Rata-rata = 97,34% ± 1,76% | Rata-rata = 96,40% ± 0,32% |
Tabel 2. Kadar Logam Pb Dalam Tanaman Kangkung Umur 3 Minggu
No | Seluruh Tanaman Tanpa Akar | Akar | ||||
Bobot sampel (g) | Kadar Pb (mg/kg sample kering) | Kadar Pb (mg/kg sample basah) | Bobot Sampel (g) | Kadar Pb (mg/kg sample kering) | Kadar Pb (mg/kg sample basah) | |
1 | 0,9994 | 10,55 | 0,90 | 0,5023 | 20,64 | 1,75 |
2 | 1,0083 | 12,00 | 1,02 | 0,5031 | 23,72 | 2,01 |
3 | 1,0107 | 17,33 | 1,48 | 0,5025 | 21,41 | 1,82 |
Kadar rata-rata = 1,13 ± 0,30 mg/kg sampel basah | Kadar rata-rata = 1,86 ± 0,13 mg/kg sampel basah |
Tabel 3. Kadar Logam Pb Dalam Tanaman Kangkung Umur 6 Minggu
No | Seluruh Tanaman Tanpa Akar | Akar | ||||
Bobot sampel (g) | Kadar Pb (mg/kg sample kering) | Kadar Pb (mg/kg sample basah) | Bobot Sampel (g) | Kadar Pb (mg/kg sample kering) | Kadar Pb (mg/kg sample basah) | |
1 | 0,5019 | 29,75 | 2,07 | 0,5051 | 48,97 | 3,41 |
2 | 0,5023 | 31,26 | 2,18 | 0,5004 | 48,65 | 3,39 |
3 | 0,5014 | 28,95 | 2,02 | 0,5004 | 47,07 | 3,28 |
Kadar rata-rata = 2,09 ± 0,08 mg/kg sampel basah | Kadar rata-rata = 3,36 ± 0,07 mg/kg sampel basah |
Tabel 4. Analisis Statistik Kadar Pb Dalam Akar dan Seluruh Bagian Tanaman Tanpa Akar Kangkung Umur 3 dan 6 Minggu
Jenis Sampel | Rata-rata kadar Pb (mg/g sampel basah) |
Seluruh bagian tanaman tanpa akar umur 3 minggu | 1,13 a |
Akar umur 3 Minggu | 1,86 ab |
Seluruh bagian tanaman tanpa akar umur 6 minggu | 2,09 b |
Akar Umur 6 minggu | 3,36 c |
BNT 5% = 0,881 |
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata dengan uji BNT pada α = 0,05
Logam-logam seperti Al, Cd, Cu, Fe, Hg, Mn, Pb, dan Zn jika terdapat dalam konsentrasi yang tinggi akan cenderung terakumulasi di akar [10]. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sampel akar umur 6 minggu mempunyai kadar Pb yang paling tinggi dibandingkan dengan seluruh bagian tanaman lainnya, maupun akar umur 3 minggu. Dengan demikian tampak bahwa terjadi akumulasi Pb seiring dengan berjalannya waktu, terutama dalam akar. Semakin tua umur tanaman semakin tampak perbedaan kandungan Pb dalam akar dan dalam bagian tanaman lainnya. Pada tanaman umur 3 minggu tidak ada perbedaan kadar Pb antara akar dan bagian tanaman lainnya. Demikian juga antara kandungan Pb dalam akar umur 3 minggu dan dalam bagian tanaman lain umur 6 minggu tidak tampak perbedaan.
4. Kesimpulan
Kandungan Pb dalam tanaman kangkung yang tumbuh pada media yang terkontaminasi Pb secara terus menerus, dan dipanen pada umur 6 minggu lebih tinggi dibanding dengan dalam tanaman yang dipanen pada 3 minggu, dan akumulasi Pb yang terbesar terjadi pada akar tanaman kangkung. Untuk memperkecil kontaminasi Pb dalam kangkung yang akan dikonsumsi disarankan agar kangkung dipanen maksimum pada umur 3 minggu, meskipun sebaiknya diusahakan untuk meminimalkan kontaminan
Daftar Acuan
[1] A.W. Wisnu, Dampak Pencemaran Lingkungan, cetakan pertama, Andi
Offset, Jakarta, 1995.
[9] Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/SK/B/VII/89 tentang Batas
Maksimal Cemaran Logam Dalam Makanan, Depkes RI, Jakarta, 1989.
[4] F. B. Salisbury, C. W. Ross, Fisiologi Tumbuhan, terjemahan, Penerbit ITB,
Bandung,1995.
[2] F. G. Winarno, Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1993.
[3] I. G. Seregeg, M. S. Saeni, Media Litbangkes V (1995) 18.
[7] I. Kohar, P. H. Hardjo, L. Wijaya, Jurnal Ilmiah Sains & Teknologi I (2005)
1.[10] J. B. Jones, Jr., B. Wolf, H. A. Mills, Plant Analysis Handbook, Micro-
Macro Publishing Inc., USA, 1991.
[6] Kenneth Helrich (Ed.), Official Methods of Analysis, 15th ed., vol. 1, The
Association of Official Analytical Chemists Inc. (AOAC), Maryland, 1990.
[8] Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Keputusan No.
02/Men KLH/1988 tentang Batas Maksimal Kadar Logam Pb yang
Diperbolehkan pada Air untuk Keperluan Pertanian, Kementrian Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta, 1988.
[5] Slamet Soeseno, Bercocok Tanam Secara Hidroponik, cetakan keenam, PT
Gramedia, Jakarta, 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar